Membangun Perilaku Konsumsi Berkelanjutan

peringatan-hari-lingkungan-hidup-Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam tanpa upaya reklamasi mengakibatkan hilangnya  ribuan  spesies  di  bumi.  Analisis International  Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) (The Red List IUCN, 2010) mengingatkan ada 15.589 spesies binatang dan tumbuhan terancam punah. Sudah  ada  844 mengalami kepunahan sejak tahun 1500; 129 catatan mengenai kepunahan  spesies  burung,  103  diantaranya  terjadi  sejak tahun 1800. Selain itu, laju kepunahan telah mencapai angka 100 hingga 1.000 kali dari laju kepunahan alami.  Spesies  hewan  yang  terancam  punah  meningkat  dari  angka  5.204  jenis menjadi  7.266  jenis  sejak  tahun  1996.  Sedangkan  untuk  jenis  tumbuhan  dan lumut,  ada  8.323  jenis  yang  nyaris  punah  dari  angka sekitar  3.000  jenis sebelumnya.

 Arus globalisasi, modernisme, dan perkembangan teknologi dan tingginya intentitas kegiatan manusia di muka bumi telah menimbulkan banyak dampak destruktif terhadap jejaring kehidupan manusia dan ekosistem. Di Indonesia, dari 6978 spesies tanaman endemik, 174 spesies di antaranya terancam punah. Laju  deforestasiyang pesat (dari 1,6 juta ha dekade 1985–1997 menjadi  2,1  juta  ha  pada  dekade  1997–2001) melalui tingginya alih fungsi kawasan hutan menjadi  pemukiman, perindustrian, perkebunan dan pertambangan,  pembalakan  hutan  (illegal logging), dan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat menyebabkan jutaan plasmk nutfah musnah.

 Selain itu, sebuah laporan dari Wahana Lingkungan Hidup  Indonesia (WALHI)  mengemukakan bahwa Indonesia memiliki 10%  hutan  tropis  dunia yang masih tersisa. WALHI juga mengutip World Resource Institute (1997) yang menyatakan  luas  hutan  alam  asli  Indonesia  menyusut  dengan  kecepatan  yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Berdasarkan  extra  landsat  tahun  2000  terdapat  101,73  juta  ha  hutan  dan  lahan Indonesia yang rusak adalah 59,62 juta ha di antaranya berada di kawasan hutan (Badan Planologi Dephut, 2003).

 Merespon kondisi ini UNESCO mencanangkan pendidikan untuk masa depan yang Berkelanjutan (education for sustainable development) pada World Summit di Johannesburg, September 2002. Adapun tujuannya adalah “to empower people with the perspectives, knowledge, and skills for helping them live in peaceful sustainable societies. untuk memberdayakan masyarakat dengan perspektif, pengetahuan, dan keterampilan untuk membantu mereka hidup dalam masyarakat yang berkelanjutan damai (UNESCO, 2001, p. 1).

Pendidikan Indonesia mengadaptasi konsep ini di dalam UU No. 20 Sisdiknas Tahun 2003, dijabarkan dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta diaplikasikan melalui Panduan Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 22 Tahun 2006, serta 7 standar pendidikan lainnya. ESD dalam kurikulum Indonesia mengamanatkan bahwa institusi pendidikan “wajib” mewujudkan pembelajaran berbobot yang menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme generasi masa depan agar bertanggung jawab dalam melestarikan sumber daya alam.  Dan dalam Kurikulum 2013 menempatkan kepedulian lingkungan sebagai kompetensi inti (KI 2) yang harus diimplementasi dalam pembelajaran secara vertikal dan horizontal. Dengan demikian sekolah dapat menjadi wahana dan sistem yang nyaman dan dinamis bagi siswa untuk megembangankan good knowing, good filling, dan good acting tentang lingkungan hidup.

Persoalan lingkungan tidak dapat dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, namun sangat terkait oleh perilaku manusia terutama dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan perilaku melalui gaya hidup tentu saja merubah pola ekstraksi sumber daya alam dan energy yang ada. Manusia didorong untuk tidak menggunakan sumberdaya alam secara tidak berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan bahwa Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) sebesar 0,57 (dari angka mutlak adalah 1), hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita belum berperilaku peduli lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Perilaku konsumsi masyarakat saat ini adalah pemenuhan kebutuhan 49,3% bahan makanan  yang berasal dari import luar negeri. Kondisi ini tentunya akan memberikan dampak bagi lingkungan seperti meningkatnya emisi dari transportasi makanan tersebut dari daerah asal ketempat tujuan.

 Data juga menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap daging merah mencapai 77%, sedangkan konsumsi ayam lebih banyak lagi yaitu 91%. Sementara itu masyarakat yang mengkonsumsi makanan dari (produk lokal hanya 36,4%) konsumsi beras mencapai 150 kg pertahun. Adapun sisa sampah organik terutama makanan hanya 2.2% yang dikomposkan selebihnya dibuang dan menjadi beban pencemaran lingkungan.

Padahal terdapat kecenderungan perubahan pola konsumsi menuju pola konsumsi yang berkelanjutan (sustainable consumption), khususnya dalam penggunaan kemasan. Konsumsi yang berkelanjutan merupakan penggunaan produk dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki kualitas hidup manusia dengan mempertimbangkan pengurangan penggunaan bahan mentah yang berlebihan, minimasi penggunaan bahan beracun dan sampah dan tetap memperhatikan kebutuhan generasi selanjutnya (OECD, 1999, h.11).

 Perubahan pola konsumsi menuju pola yang berkelanjutan merupakan sebuah tindakan suka rela ataupun normatif yang didasarkan pada perhatian akan perubahan lingkungan yang semakin memburuk. Dalam Simposium di Oslo mengenai pola konsumsi yang berkelanjutan pada tahun 1994, banyak kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah negara-negara maju maupun perubahan gaya hidup di masyarakat modern.

 Perubahan Perilaku dan Peran Penting Pendidikan

Salah satu contoh tindakan yang dilakukan oleh banyak negara maju di Eropa adalah tindak pengurangan secara signifikan penggunaan kantung plastik belanja. Banyak negara Eropa menginstruksikan supermarket-supermarket untuk tidak memberi kantung pastik atau meminta konsumen untuk tidak membeli kantung plastik. Selanjutnya, supermarket menganjurkan pembeli untuk membeli tas belanja yang dapat digunakan ulang. Kantung plastik merupakan limbah atau sampah yang mencemaskan. Selain sulit didaur ulang, kantung plastic sangat sulit diuraikan oleh tanah. Berbagai penelitian dan kampanye telah menunjukkan dampak-dampak negatif kantung plastik bagi keanekaragaman hayati, kesehatan manusia, maupun kebersihan lingkungan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka pendidikan dapat menjadi salah satu cara merubah sikap dan perilaku masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan pendidikan memberikan dampak pada bertambahnya pengetahuan dan keterampilan serta akan menolong dalam pembentukan sikap yang positif (Johosua Doda, 1989: 196). Hal yang hampir senada juga disampaikan Kneller (Sumitro dkk, 2006: 16-17) bahwa pendidikan memberikan peluang kepada masyarakat untuk melakukan suatu tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau kemampuan fisik mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan yang dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan dari generasi ke generasi.

Sehingga dalam pembentukan perilaku konsumsi dengan mempedulikan lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, peran pendidikan lingkungan hidup dan pendidikan ekonomi menjadi sangat penting. Pengetahuan lingkungan seorang individu akan mempengaruhi respon afektif secara positif yang mengarahkan pada respon konatif, yaitu perilaku yang bertanggung jawab sosial (Chan, 2001). Pendidikan lingkungan hidup sesuai kurikulum 2013, adalah program pendidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab terhadap alam dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan ekonomi sebagai ilmu yang dekat dengan aktifitas pengambilan keputusan dan penentuan pemilihan untuk pemenuhan kebutuhan seseorang pada berbagai kebutuhan-kebutuhan yang selalu bertambah dan berubah serta harus dipenuhi tetapi dihadapkan pada permasalahan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.

The International Federation of Home Economics mengidentifikasi tujuan akhir ilmu ekonomi sebagai “peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari bagi individu, keluarga dan rumah tangga melalui pengelolaan sumber daya mereka”. Istilah kualitas hidup terkait dengan pola pemenuhan kebutuhan manusia. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas kebutuhan akan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja. Kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan yang berpengaruh kepada kualitas hidup manusia, diantaranya: membuang sampah tidak pada tempatnya, meluasnya lahan kritis dan kerusakan hutan, kelangkaan air bersih, terjadi banjir dan tanah longsor, pembuangan limbah pabrik ke sungai, serta berbagai kerusakan lingkungan lainnya.

Oleh Eleanor Vaines (1994) hal ini mengharuskan ilmu ekonomi untuk memiliki cara pandang ekologi daripada “mekanistik” (menganggap orang-orang bekerja seperti mesin dan bumi yang akan digunakan untuk itu). Ilmu ekonomi harus melihat diri mereka sebagai bagian dari atau “dalam” lingkungan, bahwa kehidupan kita dan jangka panjang kesejahteraannya sangat terkait erat dengan kehidupan dan kesejahteraan seluruh planet (tumbuhan dan hewan) baik dimasa lalu, sekarang dan masa depan. Untuk itu dalam penentuan pengambilan keputusan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan diperlukan pengetahuan ekonomi atau economy literacy yang dapat diperoleh melalui pendidikan ekonomi dalam keluarga maupun pendidikan ekonomi di sekolah agar keputusan yang ditetapkan rasional, efisien dan mempunyai nilai manfaat.

Pendidikan kejuruan di SMK dikembangkan untuk menyiapkan dan/atau meningkatkan kualifikasi sumber daya manusia sebagai tenaga kerja  terlatih memasuki dunia  kerja yang menguntungkan bagi dirinya. Orientasi pengembangan pendidikan kejuruan akan diarahkan kepada  program-program keahlian yang dapat memberikan pengetahuan, keterampilan, sikap kerja, pengalaman, wawasan, cara-cara berfikir kritis, kemampuan berkomunikasi efektif baik secara oral dan tertulis, berjiwa entrepreneurship, mampu mengakses dan menganalisis informasi, memiliki rasa ingin tahu dan mampu berimajinasi, serta memiliki jaringan yang dapat membantu diri siswa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pilihannya. Yang dicari dan dipilih oleh siswa pendidikan kejuruan adalah program keahlian yang memiliki prospek karir yang baik dan menguntungkan dimasa depan (Smith-Hughes: 1917; Thompson: 1973; Gill, Dar, & Fluitman: 2000; Dedi Supriadi:2002).

Mempersiapkan Generasi Masa Depan

Di tingkat global, tuntutan agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan baku, air dan energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin tinggi. Hingga pada bulan September 2009 bersama 20 negara Asia lainnya, Indonesia menandatangani Manila Declaration on Green Industry di Filipina. Dalam deklarasi ini, Indonesia menyatakan tekad untuk menetapkan kebijakan, kerangka peraturan dan kelembagaan yang mendorong pergeseran ke arah industri yang efisien dan rendah karbon atau dikenal dengan istilah industri hijau. Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

Proses produksi dalam berbagai sektor usaha dan industri di Indonesia sebagian besar dikerjakan oleh tenaga kerja yang dihasilkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk itu, sistem pendidikan SMK harus dapat mewujudkan kebutuhan tenaga kerja tingkat menengah yang mempunyai sikap serta perilaku adaptif, berjiwa kreatif dan professional sesuai bidangnya. Oleh sebab itu baik pendidikan lingkungan hidup maupun pendidikan ekonomi di sekolah harus pula menyertai kemampuan spesialisasinya. Siswa terbiasa bersikap kritis dan tanggap terhadap isu-isu lingkungan yang terjadi di sekelilingnya, baik dalam sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya.

Terlebih, menurut kajian psikologi, siswa SMK adalah siswa usia remaja. Perkembangan periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa–masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu (Irwanto, 2002: 46). Sehingga keberadaan pendidikan ekonomi dan pendidikan lingkungan hidup di SMK menjadi penting untuk membentuk perilaku konsumsi yang berkelanjutan (Sustainable Consumption). Dari segi konsumen, konsumsi berkelanjutan adalah kesadaran konsumen untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan yang dibutuhkannya dan menjamin pemenuhan kebutuhannya itu tidak membahayakan lingkungan. Dari segi produsen, konsumsi berkelanjutan yaitu pemenuhan layanan jasa dan barang yang terkait dengan kebutuhan pokok yang meningkatkan kualitas hidup dengan tidak menggunakan bahan berbahaya seperti emisi limbah dan polutan.