Standar Ukur Kultur Akademik Sekolah

booksTentu diantara kita memiliki penjelasan masing-masing mengapa beragam persiapan dalam rangka menghadapi UN jamak dilakukan para peserta. Sebut saja kegiatan seperti doa bersama, kerjasama sekolah dengan lembaga bimbingan belajar, penyelenggaraan try out hingga ruwatan alat tulis ujian serta ziarah ke makam orang yang dituakan, adalah hal yang lazim terjadi. Sungguh, semua kegiatan tersebut menjelang ujian nasional telah menjadi tren kegiatan di beberapa sekolah di Indonesia. Tentu semua pihak memiliki penjelasan dan cara pandangnya sendiri-sendiri mengenai hal ini. Tetapi berdasarkan beberapa fakta diatas dapat kita simpulkan bahwa Ujian Nasional masih “istimewa” bagi sejumlah siswa. Sehingga beragam cara pun dilakukan oleh pelajar untuk bisa lulus ujian nasional.

Hal ini sungguh bertolak belakang dengan esensi pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga jelas sekali bahwa proses pendidikan tidak terbatas untuk mencapai kemampuan akademik semata, namun juga yang lain. Lebih spesifik lagi tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang yang sama, adalah untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam tujuan pendidikan itu tercakup keinginan agar peserta didik memiliki kompetensi akademik, kompetensi sosial, kompetensi moral, dan kompetensi spiritual. Jadi secara ideologis dan filosofis, tujuan pendidikan nasional sebagaimana dicita-citakan dalam undang-undang adalah terbentuknya manusia yang kompeten dan berkarakter.

Tentu, karakter yang dimaksud disini adalah karakter siswa yang rasional. Sehingga dalam menghadapi UN maka setiap siswa akan menghadapinya secara rasional, tetapi mengapa dalam kecenderungannya mereka justru menggunakan cara yang bertentangan. Seolah hal yang irasional akan mengatasi hal yang rasional. Mereka masih percaya, untuk menghadapi hal rasional adalah dengan irasional. Pertanyaannya adalah bagaimana hal ini dapat terjadi sebab disekolah manapun masih ada guru.

Budaya Akademik Sekolah

Ujian nasional sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ujian-ujian lain yang pernah dihadapi siswa di sekolah. Ujian Nasional (UN) adalah penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi. Bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Dasar hukum penyelenggaraan ujian nasional adalah UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35, PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 73,

Sesuai dengan fungsi penjaminan mutu pendidikan, ujian nasional merupakan bagian dari instrumen kontrol mutu. Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pendidikan yang mencakup kompetensi akademik, kompetensi sosial, kompetensi moral, dan kompetensi spiritual. Setiap aspek dalam penilaian ini adalah penting dan tidak ada satu aspek yang lebih penting dari aspek lain. Oleh sebab itu ada banyak hal baru dalam penyelenggaan Ujian Nasional (UN) tahun 2013 bagi peserta didik tahun ajaran 2012/2013 ini. Variasi soal ujian hingga mancapai 20 jenis, merupakan salah satu contoh hal baru tersebut. Pemanfaatan sistem barcode pada lembar soal dan lembar jawaban UN adalah contoh lain lagi. Hal baru yang tak kalah menarik perhatian adalah hasil UN dapat dijadikan paspor masuk perguruan tinggi negeri (PTN) setelah digabung dengan nilai rapor semester 1-5 SMA/SMK/MA/MAK. Pola penerimaan mahasiswa tanpa tes seperti ini, hanya menggunakan nilai UN dan rapor, disebut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya, keberadaan UN 2013 mendapatkan penghargaan yang lebih tinggi dengan turut menjadi “penentu” bagi peserta didik untuk masuk PTN

Namun terkait bentuk perilaku “irasional “yang cenderung ditampilkan oleh sekolah (guru dan siswa) dalam menyambut ujian nasional sungguh telah menunjukkan belum berjalannya fungsi penting dari sekolah itu sendiri. Fungsi sekolah adalah sebagai alat mobilitas sosial, sebagai alat sosialisasi nilai, sebagai alat kontrol dan integrasi sosial. Dan yang paling utama adalah fungsi manifest sebagai pendidikan intelektual, untuk mengisi otak siswa dengan berbagai macam pengetahuan. Sekolah dalam realitasnya menjalankan suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu sekolah memerlukan tenaga khusus yang dipersiapkan untuk itu, yakni guru.

Sekolah sebagai bangunan sosial adalah lembaga sosial yang turut menyumbang dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat seperti yang diharapkan. Sekolah memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan. Bangunan yang dimaksud tiada lain adalah budaya akademik, yang merujuk pada perilaku semua komponen di sekolah untuk melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Pemilikan budaya akademik bagi seorang guru adalah dicapainya kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang terintegrasi dalam kinerja guru. Sedangkan bagi siswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.

Bagi guru, untuk memiliki kompetensi yang dimaksud maka ia harus membudayakan dirinya untuk melakukan tindakan akademik pendukung tercapainya kompetensi itu. Ia harus melakukan kegiatan pendidikan dan pengajaran dengan segala perangkatnya dengan baik, dengan terus memburu referensi mutakhir. Ia harus melakukan penelitian untuk mendukung karya ilmiah, menulis di jurnal-jurnal ilmiah, mengikuti seminar/workshop, aktif dalam berbagai forum, dan lain-lain. Serta harus melakukan pengabdian pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat.

Bagi siswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik itu ialah perilakuself regulated learning. Terprogramnya kegiatan belajar, rajin membaca dan berburu referensi aktual dan mutakhir, kegiatan diskusi/eksperimen dan sebagainya. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan siswa dalam proses pendidikan di sekolah.

Tolok Ukur Budaya

Dalam budaya akademik yang baik, keberadaan ujian nasional tentu akan disikapi sebagai hal yang biasa oleh guru dan siswa. Sehingga kegiatan seperti doa bersama, dan lain sebagainya, yang disebutkan  diawal tulisan ini dapat kembali pada fungsinya sebagai bagian pendidikan nilai dan karakter di sekolah. Bukan menjadi bagian dari transfer kecemasan para guru kepada siswanya atas kehadiran ujian nasional. Sebab belajar dan berdoa adalah relasi yang seharusnya ditanamkan para guru sebagai bagian penting dari perjalanan hidup seorang pelajar untuk berhasil.

Meski belum ada penelitian lebih mendalam tentang mengapa terjadi kecemasan dalam menghadapi ujian nasional. Akan tetapi, keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mencapai tujuan (Self efficacy) diperlukan siswa untuk dapat menghadapi Ujian Nasional (UN) dengan baik. Sebab dengan nilai standar kelulusan yang selalu meningkat dan rasa takut tidak lulus dalam ujian nasional. Dan keberadaan ujian nasional sebagai penentu kelulusan pendidikan formal, telah menjadikan ujian nasional sebagai beban tersendiri yang membuat pikiran menjadi resah, merasa takut, tertekan, dan depresi. Apabila hal ini dibiarkan tentunya akan menyebabkan siswa yang bersangkutan mengalami kegagalan dalam menghadapi ujian nasional selain disebabkan ketidak siapan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran yang diujikan.

Kreitner & Kinicki (2003) menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas, berperan penting dalam menentukan keberhasilan seseorang. Senada dengan hal tersebut maka guru harus menjalankan perannya untuk meningkatkan keyakinan siswa akan kemampuannya dalam menghadapi ujian. Beragam cara dapat dilakukan guru untuk meningkatkan keyakinan siswa, mulai dari try out, bimbingan intensif dan lain sebagainya. Akan tetapi yang lebih penting diantara semuanya adalah tentang bagaimana membangun pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang tidak lagi mengenal diskriminasi dan penghinaan. Menciptakan iklim kondusif untuk siswa dengan karakter yang kuat, berkepribadian mandiri dan tidak takut untuk berbeda.

Dan diakhir tulisan ini, meski banyak pihak masih memperdebatkan perlu tidaknya ujian nasional dilaksanakan. Hingga pada akhirnya merasa perlu menginventarisi segalah hal yang dapat melemahkan keberadaan ujian nasional.  Akan tetapi kita tidak boleh lupa untuk juga menilai seberapa kokoh bangunan budaya akademik yang sudah dibangun sekolah. Menjadi penting untuk membuat standar ukur tentang sejauh mana kualitas budaya akademik yang telah dibangun oleh sekolah melalui interaksi intens para guru dan siswa dalam pembelajaran. Sebelum itu ada maka ujian nasional tetap penting keberadaannya, hingga kita mampu membuat alat ukur yang lebih obyektif. Sebab budaya akadmik sekolah yang baik sesungguhnya hanya akan dapat tercapai disaat para guru percaya pada siswanya bahwa mereka bisa dan setiap siswa meyakini bahwa para guru memberikan kepercayaan tulus kepada mereka.

REFERENSI

Kreitner, R., & Kinicki, A. (2003), Perilaku Organisasi, ed. Suandi, E., Salemba Empat, Jakarta Nasution, S.  Sosiologi Pendidikan, edisi kedua,  Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional